Pontianak – Sejarah menjadi mata pelajaran wajib yang ada pada tataran kurikulum saat merdeka ini, mata pelajaran ini diajarkan kepada siswa-siswi di sekolah dengan berbagai maksud dan tujuan, satu diantaranya sebagai sarana edukasi guna meningkatkan nilai-nilai karakter yang baik.
Upaya mencapai karakter yang baik tersebut salah satunya dapat diimplementasikan dengan cara memahami dan menginternalisasi nilai-nilai lokal sebagai bagian dalam proses belajar, terkhusus pada mata pelajaran sejarah. Namun, faktanya dominasi Jawasentris yang disajikan dalam buku teks maupun kurikulum masih menjadi kendala yang dialami oleh guru sejarah dalam mengajarkan aspek lokal dalam sejarah di kelas.
Paham akan pentingnya edukasi tersebut, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Sejarah Kota Pontianak menyelenggarakan dialog dengan tema Internalisasi Nilai Kepahlawanan Dalam Kurikulum Merdeka. Bertempat di Galeri dan Depot Arsip, Jalan. Sutan Sjahrir, Pontianak. Kegiatan ini sekaligus dalam rangka menutup pameran Arsip yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip Provinsi Kalbar dan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) antara MGMP Sejarah Kota Pontianak bersama Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) juga Jurusan PIPS IKIP PGRI Pontianak. Jumat, (1/9).
Sholihin, Ketua MGMP Kota Pontianak dalam kata sambutannya menyoroti pentingnya kerjasama antar pihak dalam memajukan aspek kesejarahan, khususnya yang ada di Kalimantan Barat. Ia juga menambahkan, melalui kegiatan ini diharapkan pula dapat memicu semangat dan kreatifitas para guru sejarah SMA di kota Pontianak agar senantiasa menginternalisasi nilai sejarah lokal dalam proses belajar di kelas.
Hal serupa diungkapkan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalbar, Sugeng Hariadi. Menurutnya, memberikan edukasi tentang sejarah lokal kepada siswa sangatlah penting. Terlebih di Kalbar belum lama ini baru saja diloloskan kembali seorang pahlawan nasional Bernama Dr. Rubini yang kemudian dapat dijelaskan pula dalam proses belajar.
“Jangan sampai, siswa-siswi di sekolah tau sejarah yang jauh tapi yang didepan mata tidak paham,” ujarnya.
Kegiatan yang dihadiri puluhan guru sejarah dari berbagai SMA negeri dan swasta di Pontianak ini dilanjutkan dengan seminar kesejarahan. Basuki Wibowo, pembicara sekaligus dosen sejarah IKIP PGRI Pontianak dalam pemaparannya menjelaskan bahwa terdapat peluang menyisipkan nilai dan karakter lokal dalam pembelajaran sejarah khususnya pada tatanan kurikulum merdeka saat ini.
Lebih jauh, ia menambahkan bahwa peluang tersebut tertuang dalam Capaian Pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh para guru dalam mengajar di kelas. Oleh karenanya, ia mengajak para guru agar dapat memaksimalkan potensi dan kesempatan yang ada tersebut dengan sebaik-baiknya agar sejarah lokal dapat dikembangkan dan dielaborasi dalam proses belajar di sekolah.
Tidak ada komentar