Pada zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaan yang terletak di
Kabupaten Sambas, kerajaan yang dipimpin oleh seorang Raja yang memiliki 7 anak
perempuan. Namun, betapa sangat disayangkannya, sang Ratu, yaitu istri Raja meninggal
pada saat anak bungsunya masih sangat kecil.
Seiring berjalannya waktu, si Bungsu tumbuh dengan paras yang
cantik, sama persis seperti ibunya, yaitu sang ratu pada saat masih muda. Si
Bungsu merupakan dambaan bagi para warga penduduk desa setempat. Selain
parasnya yang cantik, ia juga memiliki hati yang baik dan sangat mandiri. Lain
halnya dengan ke 6 saudaranya yang memiliki sifat yang berbalik dari sifat si
Bungsu, mereka sangat jahat kepada si Bungsu.
Suatu hari Raja mendapatkan tugas untuk berkunjung ke negeri
tetangga, Raja pergi selama 2 hari.
“Wahai anak-anakku, aku akan pergi selama 2 hari untuk berkunjung
ke negeri tetangga, jaga diri kalian baik-baik selama aku tidak ada di
kerajaan. Dan untuk anakku, si Bungsu, aku menitipkan kekuasaan kerajaan selama
2 hari kepadamu dan aku sangat
mempercayaimu.” Ucap Sang Raja berpamitan dengan anak anaknya.
Keenam saudara si Bungsu sangat iri kepada si Bungsu karena Raja
sangat menyayangi dan mempercayainya. Saat Raja sedang bertugas dan tidak berada
di kerajaan, kakak-kakaknya ini memanfaatkan waktu untuk menyiksa si Bungsu,
mereka memakinya dan memukulnya hingga tubuh dan wajah si Bungsu mendapatkan
banyak bekas luka serta memar.
“Kamu bukan bagian dari kami, bahkan Ratu meninggalkan kami saat
setelah melahirkanmu, ini semua karenamu. Entah bagaimana Raja bisa sangat
menyayangimu.” Ucap salah satu saudara si Bungsu.
Si Bungsu hanya terdiam mendengarkan ucapan kakak-kakaknya itu, ia
tidak terlalu memasukannya ke hati, karena memang ia sudah terbiasa dengan
hal-hal seperti ini. Namun kadang, ia merenungi apa yang sudah dikatakan oleh
kakak kakaknya itu. Dia berdiam diri di kamar, menatap langit dari sudut
ruangan di kamarnya itu.
“Apa yang telah kuperbuat hingga mereka tidak bisa menerimaku sebagai
bagian dari mereka?” Gumam si Bungsu dalam hati.
dua hari telah berlalu, Raja pun kembali ke istana setelah
melakukan kunjungan ke negeri tetangga. Ia membawakan banyak buah tangan yang
berasal dari tempat yang ia kunjungi untuk anak-anaknya. Namun ia tidak dapat
melihat adanya kehadiran sang Putri Bungsu di sana, lalu ia bergegas menuju
kamar sang Putri untuk menemuinya.
Saat telah berada di kamar sang Putri Bungsu, ia melihat ada
beberapa memar di wajah sang Putri. Lalu raja bertanya, “Apa yang terjadi
denganmu, anakku? Mengapa terdapat banyak bekas memar di wajahmu?” Tanya sang
Raja kepada Putrinya itu.
“Tidak ayah, kemaren, aku hanya terjatuh saat sedang bermain di
taman belakang istana.” Jawab si Bungsu dengan takut-takut. “Begitu rupanya, lain kali kamu harus lebih berhati-hati.”
Jawab sang ayah sambil menasehatinya.
Raja pun mempercayainya, lalu memberikan beberapa buah tangan yang
ia bawakan untuk si Bungsu dari negeri tetangga saat melakukan kunjungan.
Tak selang beberapa lama, Raja mendapatkan panggilan kunjungan
lagi ke negeri tetangga. Bedanya, kunjungan kali ini berlangsung cukup lama,
yakni 2-3 bulan lamanya. Kali ini para saudara si Bungsu merencanakan hal jahat
lainnya, mereka akan mengajak si Bungsu untuk menangkap ikan ke suatu goa yang
berada di antara bawah kaki gunung Ruai dan gunung Bawang.
“Anak-anakku, aku akan melakukan perjalanan kunjungan lagi ke
negeri tetangga, kali ini mungkin agak sedikit lama. Aku akan kembali ke istana
2 hingga 3 bulan lagi, semua kekuasaan dan kendali kerajaan kuserahkan kepada
si Bungsu.” Ucap sang Raja sambil berpamitan.
Mendengarnya saja sudah membuat keenam saudara si Bungsu merasa
murka. Dan sesaat setelah Raja beserta para prajurit telah meninggalkan
kerajaan dan melakukan perjalanannya, merekapun mulai menjalankan rencana
busuknya. Mereka mengajak si Bungsu ke bawah kaki gunung untuk menangkap
ikan.
“Wahai adikku, mari ikut kami menangkap ikan di sungai yang berada
di bawah sisi kaki gunung.” Ajak sang kakak kepada si Bungsu.
Tanpa berpikir panjang dan memikirkan hal buruk yang akan
menimpanya, si Bungsu pun menerima ajakan kakak-kakaknya itu. Ia pikir keenam
saudaranya itu sudah mulai bisa menerima kehadirannya.
Mereka pun melakukan perjalanan pada sore hari. Setelah sampai di
depan goa, salah satu sang kakak si Bungsu mengatakan,
“Adikku, masuklah terlebih dahulu, kami akan menyusulmu di
belakang.” Ucap kakak si Bungsu, meyakinkan adiknya untuk berjalan terlebih
dahulu ke dalam goa.
Si Bungsu berjalan ke dalam goa tanpa berpikir buruk sama sekali
terhadap kakak kakaknya itu. Tanpa ia sadari, ia sudah berada jauh dari pintu
goa yang ia lewati untuk memasuki goa tersebut.
“Kakak? Kakak?” Teriak si Bungsu sambil memanggil
kakak-kakaknya.
Namun, tidak terdengar ada satupun jawaban dari kakak-kakaknya,
bahkan ia merasa hanya ia yang berada di dalam goa itu. Ia pun mulai menangis,
keadaan goa yang sangat minim pencahayaan, terlebih lagi saat itu sudah malam
yang mengakibatkan tidak adanya cahaya dari luar yang akan masuk untuk
menerangi. Sedangkan, keenam kakaknya telah berada di dalam istana dan
meninggalkan si Bungsu seorang diri di goa itu.
7 hari berlalu, si Bungsu mulai putus asa dan tetap menangisi
keadaannya itu dan berharap Raja akan segera mencari dan menemukannya.
Saat tengah menangis, muncul seorang kakek tua yang entah darimana
kedatangannya. Ia melihat si Bungsu menangis dan bertanya kepadanya. “Cucuku,
mengapa kamu menangis?”
Masih kaget dan bingung akan darimana munculnya kakek itu, si
Bungsu pun terdiam sejenak. Setelah beberapa saat, ia pun menjawab dan
menceritakan kejahatan yang telah dilakukan kakak-kakaknya itu terhadap dirinya
sambil menangis tersedu-sedu..
Kakek itu merasa kasihan dan menawarkan bantuan kepada si Bungsu.
Tak lama kemudian, tetesan-tetesan air yang berasal dari tangisan si Bungsu
berubah menjadi telur-telur bulat yang berwarna putih.
“Aku akan membantumu, cucuku. Aku akan mengubahmu menjadi burung
dan saat aku telah hilang dari pandanganmu, eramkanlah telur-telur yang berasal
dari air matamu itu. Mereka akan menetas dan menjadi temanmu nantinya. Aku akan
memberimu nama `Burung Ruai`.” Ucap kakek itu yang tak lama hilang dari
pandangan si Bungsu bersama asap tebal yang menyelimutinya.
Si Bungsu mengingat perkataan kakek itu, ia pun segera mengerami
telur-telurnya. Lalu, selang
beberapa minggu, telur-telur itu menetas. Pada akhirnya ia mengajak
teman-temannya yang baru menetas itu untuk terbang ke luar goa menuju pohon
yang berada di halaman istana kerajaan. Disitu si Bungsu melihat dan
menyaksikan sang Raja memarahi dan menghukum keenam saudaranya karena telah
membuangnya.
Pesan moral yang dapat kita petik dari kisah ini adalah jangan
merasa iri terhadap orang lain, terlebih lagi kepada saudara sendiri. Apa yang
kita tanam akan kita panen nantinya, seperti pada cerita rakyat “Asal-Usul
Burung Ruai” kakak-kakak si Bungsu yang telah jahat kepada si Bungsu
mendapatkan balasan berupa hukuman dari sang Raja. Saling menghargai,
menyayangi, dan saling mempercayai serta membangun hubungan yang baik antar
sesama anggota keluarga adalah kunci utama dari sebuah keluarga yang harmonis.
Ditulis Oleh: Putri Noorfia K, Siswi SMAN 1 Pontianak
Narasumber: Yohana E.W, 47 Tahun (Domisili Pontianak)
Sumber Pendukung:
1. https://youtu.be/cLkID-PfwXU
2. https://youtu.be/JIzyGCnGHzg
Proyek Penilaian Tengah Semester Sejarah
Tidak ada komentar