Kisah Tan Unggal ini berkaitan dengan sejarah Kerajaan Sambas purbakala sebelum masuknya ajaran Islam. Pada masa itu
rajanya bergelar "Nek", salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa
Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan raja yang bernama Tan
Unggal yang terkenal sangat kejam. Dan kali ini saya akan menceritakan kisah
tentang Tan Unggal yang ceritanya diturunkan dari generasi ke generasi.
Kisah ini bermula saat keponakan raja dan rombongannya pergi
berburu ke hutan. Ketika sedang berburu, tiba-tiba rombongan tersebut
dikejutkan dengan tangisan suara bayi. Semua orang dirombongan tersebut
berpikir “di hutan belantara seperti ini dari mana asal suara tangisan
tersebut”. Kemudian keponakan raja langsung memberikan perintah kepada seluruh
prajurit yang ikut berburu untuk mencari dari mana asal suara bayi itu.
Setelah sekian lama mencari, ternyata suara bayi tersebut berasal dari rumpun bambu Petung
(Dendrocalamus asper), prajurit
langsung diperintahkan untuk menebang pohon bambu tersebut. Salah seorang
prajurit langsung menebas salah satu batang bambu yang terdengar suara tangis
bayi dan prajurit lainnya menahan agar batang bambu itu tidak tumbang. Setelah
putus dengan beberapa kali tebas, batang bambu itu perlahan-lahan mereka
baringkan. Kemudian mereka mulai mengecek tiap ruas bambu agar tidak salah
potong.
Setelah semua siap, ruas bambu yang berada di tengah akan
mereka belah setelah bagian lain disingkirkan. Dengan perasaan berdebar-debar
para prajurit membelah ruas terpilih tersebut, hingga keringat dingin mereka
pun mengucur.
Semua rombongan terkejut dan takjub saat ruas bambu terbelah,
terlihat seorang bayi mungil di dalamnya. Saat menangis kencang terlihat jelas
satu buah gigi taring kecil yang bentuknya aneh di gusi bayi itu. Masih dalam keadaan takjub, tanpa piker panjang, keponakan raja
langsung memutuskan untuk memungut bayi itu. Kemudian rombongan itu membawa
bayi yang ditemukan di dalam bambu tersebut ke Istana untuk di pertemukan
dengan Raja Sambas.
Saat melihat rombongan tadi membawa bayi yang di temukan di
hutan tadi, Raja keheranan dan tertegun sembari meminta rombongan menceritakan
asal usul bayi tersebut. Setelah mendengar asal muasal bayi itu, Raja Sambas
langsung mengangkat bayi itu menjadi anaknya. Ia sangat senang melihat bayi
itu, karena Raja Sambas pada saat itu belum mempunyai anak. Kemudian anak itu
ia beri nama “Tan Unggal”.
Makna Tan sendiri diambil dari gelar kebangsawanan Kerajaan
Sambas, ia tidak diberi gelar raden atau pangeran atau Uray karena ia bukan
asli dari keturunan raja. Untuk makna dari “Unggal” digunakan karena bayi
tersebut hanya memiliki gigi tunggal berbentuk taring aneh dan tunggal saat di
temukan atau tidak ada bayi lain yang ditemukan di rumpun bambu, serta ia tidak
mempunyai ibu yang melahirkannya.
Singkatnya Tan Unggal dibesarkan di lingkungan istana Sambas
layaknya seperti anak sendiri, hingga tumbuh dewasa, berani, mempunyai ilmu kanuragan (ilmu yang berfungsi untuk bela diri
secara supranatural) yang cukup tinggi dan dipercaya akan menggantikan posisi
Raja Sambas untuk memimpin kerajaan Sambas. Ia menikahi rakyat biasa menjadi
istrinya dan dikaruniai dua orang anak, yaitu laki-laki yang diberi nama Bujang
(nama gelar sosial laki-laki) Nadi dan perempuan yang diberi nama Dare (nama
gelar sosial perempuan) Nandong.
Pada saat Tan Unggal memerintah kerajaan Sambas sekitar abad
ke-15 M, Ia terkenal dengan raja yang kejam karena sifat yang sombong, kejam, dan
zhalim dengan rakyatnya. Dia memimpin dengan sewenang-wenang, apa yang ia
katakan dan semua keinginannya harus dilaksanakan walaupun hal tersebut dibenci
oleh rakyatnya. Pada zamannya kerajaan Sambas tidak mudah di serang kerajaan lain.
Bahkan pasukan Majapahit pun tidak berani memasuki wilayah Kerajaan Sambas
karena kehebatannya dan mendengar kalau Tan Unggal adalah setengah siluman.
Gelar Setengah Siluman disandang oleh Tan Unggal akibat ia
senang memakan sambal asam yang bercampur darah manusia. Awal cerita ia gemar
menikmati sambal asam dengan darah manusia, saat tukang masak kerajaan
menyajikan sambal asam bercampur darahnya secara tak sengaja. Saat membuat
sambal dengan rasa takut yang teramat sangat, membuat jari kelingking tukang
masak itu teriris lading (pisau) hingga darahnya mengucuri sambal yang
dibuatnya.
Tukang masak itu tidak sempat membuat sambal baru, karena jam
makan siang raja Tan Unggal telah tiba. Ia tidak mau mengambil resiko
kehilangan nyawa, gara-gara terlambat menghidangkan makanan Tan Unggal yang
terkenal kejam itu. Karena waktu sudah sangat singkat lalu si tukang masak itu
langsung mengaduk darah yang menetes tadi ke dalam sambal asam. Sambal asam
tersebut langsung disajikan di meja makan Tan Unggal, begitu memakan sambal
tersebut Tan Unggal merasa sambal asam yang ia sanap sangat enak berbeda dengn
hari biasanya.
Tan unggal bertanya kepada si tukang masak tentang rahasia
sambal di nikmatinya tadi terasa enak. Si tukang masak pun tidak berani untuk
berbohong, ia menceritakan bahwa sambal asam itu sudah bercampur dengan
darahnya sendiri. Semenjak kejadian itu Tan Unggal memerintahkan kepada tukang
masak setiap kali membuat sambal asam dan makanan lainnya harus dicampur dengan
darah manusia. Rakyatnya pun menjadi korban kegemaran Tan Unggal menyantap
makanan bercampur darah saat si tukang masak tidak mampu lagi memberikan
darahnya setiap kali memasak.
Kekejaman
Tan Unggal bukan hanya pada rakyatnya, bahkan anaknya, Bujang Nadi dan Dare
Nandong pun merasakan kekejaman Tan Unggal. Pada masa hidupnya Bujang Nadi
sangat suka memelihara ayam jago dan Dare Nandong paling suka untuk menenun
kain sampai-sampai dia pernah mendapatkan hadiah berupa mesin tenun yang
berlapis emas, tiap hari Bujang Nadi dan Dare Nandong hanya diperbolehkan
bermain berdua saja karena Tan Unggal sangat membenci mereka jika mereka
berteman dengan rakyat biasa.
Pada
suatu masa, ketika Bujang Nadi dan Dare Nandong sedang asik bermain di taman istana
dan sedang asik bermain di taman istana dan sedang asik bercerita perkawinan.
Tanpa sadar mereka di intip oleh seorang pengawal istana. Pengawal itu
mendengar percakapan asyik kedua beradik itu dibalik deretan bunga tepat di
belakang mereka.
“Dik, jika kamu ingin mencari pasangan hidup.
Pasangan hidup seperti apa yang kamu idamkan?” tanya Bujang Nadi
“Adik sangat mengharapkan, nanti calon suami
adik mirip dengan abang, baik itu dari segi ketampanan, fisiknya, dan sikapnya
harus seperti abang, pokoknya mirip sekali dengan abang. Sedangkan abang, istri
seperti apa yang abang inginkan?” jawab Dare Nandong sembari bertanya kembali
kepada abangnya
“abang
pun sama seperti keinginan adik, abang sangat mengharapkan istri abang nantinya
seperti adik cantiknya dan tentunya hari istri abang nanti juga seperti hati
adik yang lembut,” jawab Bujang Nadi
Mendengar
percakapan kakak adik tersebut pengawal kerajaan yang sedang mengintip tadi
salah artikan, dia berpikir kakak adik tersebut saling mencintai, tanpa
berpikir panjang sang pengawal kerajaan itu pun langsung melaporkan hal
tersebut kepada Tan Unggal. Raja Tan Unggal sangat terkejut dan murka.
Tanpa
menyelidiki, bertanya ke kedua anaknya maupun melakukan sidang, ia langsung
memerintahkan kepada prajuritnya untuk menangkap dan mengubur kedua anaknya
yaitu Bujang Nadi dan Dare Nandong. Kemudian kedua kakak adik tersebut di kubur
hidup-hidup beserta dengan ayam jago milik Bujang Nadi dan mesin tenun milik
Dare Nandong. Mereka dikubur di daerah perbukitan sekitar Danau Sebedang
Kecamatan Tebas. Hingga sekarang masyarakat sekitar Danau Sebedang masih
percaya di tempat Bujang Nadi dan Dare Nandung di kubur hidup-hidup terdengar
kokokan ayam jantan dan suara orang yang sedang menenun.
Setelah
kejadian itu, Raja Tan Unggal semakin kejam dengan rakyatnya, semakin menjadi-jadi
benisnya dan terus meminta darah manusia. Rakytnya yang tidak tahan lagi dengan
sikap Tan Unggal, akhirnya melakukan perlawanan hingga Tan Unggal terbunuh.
Matinya Tan Unggal, terdengar kemana-mana, daerah Sambas tidak tertian dan
menjadi daerah terbuka untuk pengunjung.
Kabar
matinya Tan Unggal terdengar hingga ke Majapahit, dan akhirnya melakukan
perjalanan ke Sambas dengan nama Ekspedisi Jawa I. Mungkin nama ekspedisi ini
menjadi nama sebuah wilayah di Kabupaten Sambas yaitu Jawai, saat rombongan Majapahit singgah di wilayah
muara laut yang berujung ke sungai Sambas.
Cerita ini diturunkan dari generasi ke generasi. Pesan yang dapat diambil dari cerita rakyat ini adalah jadilah pemimpin yang baik, tegas dan bijak supaya yang kita pimpin dapat mempercayai kita sebaigai pemimpin dan jadilah ayah yang baik dan perhatian supaya dapat menjadi contoh yang baik untuk anak-anak kita.
Ditulis Oleh: Dzaki Fathir Ma'arif, Siswa SMAN 1 Pontianak
Narasumber: Welli Azwar
Proyek Penilaian Tengah Semester Sejarah
Tidak ada komentar