Malam di Alsace-Lorraine - Cerita Pendek |
Panas, tubuhku benar-benar panas. Dinginnya malam ini benar-benar menusuk sela-sela tubuhku. Sepertinya aku terkena demam.
"Hey anak kecil!" seru salah satu tentara bertubuh tinggi di antara kerumunan orang. aku menyadarinya dan menunjuk diriku.
"Iya kau yang berambut kuning, disini tempat kami. Sebaiknya kau pindah atau kami hajar disini."
Tanpa berpikir panjang, aku langsung pergi menjauhi mereka. Aku tidak ingin berada disini, tidak pernah sedikit pun terpintas keinginanku untuk berada disini. Sungguh tempat yang mengerikan.
Sebelum aku kesini, aku ingat bahwa adikku meminta untuk melukis dirinya. Andai perang ini tidak terjadi, andai saja pembunuhan itu tidak terjadi, andai saja.
"Mathieu, aku ingin dilukis lagi."
"Aku lelah, Lorraine. Aku janji, besok aku akan melukismu lagi dengan cat yang telah aku buat kemarin."
"Benarkah? aku benar-benar tidak sabar!"
Lorraine adalah alasanku masih ada saat ini. Dia satu-satunya yang aku punya. Andai saja perang ini tidak terjadi, aku masih bisa melukisnya sebanyak yang iya mau. Aku tidak ada alasan lagi untuk hidup.
Pagi hari ini aku merasa lebih baik. Indahnya tempat ini apabila tidak terjadi perang. Aku bisa menggambar Lorraine tepat di depan air mancur ini.
Aku berdiri terdiam di dalam gereja, tidak seorangpun kulihat disini. Pikiranku benar-benar kosong.
"Tidak seharusnya tentara menghabiskan waktu untuk bersedih sebelum perang"
"Kau siapa?"
"Tuan Jean, Jean Claude!"
"Apa yang kau lakukan disini, Jean?"
"Jean? Seharusnya kau memanggilku Tuan Jean."
"Baiklah, Tuan Jean. Apa yang kau lakukan disini?"
"Aku ingin mencari perempuan cantik."
"Kita akan mati dalam waktu dekat."
"Ayo lah, kita tidak tau akan mati atau tidak di perang ini"
"Aku tidak berpikir demikian"
"Sebenarnya aku ingin menjadi dokter daripada harus ikut berperang dan melukai orang. Baiklah, aku akan menemuimu lagi nanti. Sampai jumpa rambut pirang."
"Mathieu, namaku Mathieu Olivier."
"Sampai jumpa Mathieu"
14 agustus 1914, pertempuran front barat dilancarkan. Negara Perancis dan Inggris bersama melawan Jerman.
"Hey, kau jangan mati sebelum kau berbagi makanan untukku!" Teriak Jean dari kejauhan. Aku hanya memandangnya dari jauh. Tidak aku sangka, aku berbicara seperti ini kepada seseorang. Apakah ini yang biasa dilakukan seorang teman?
Suara senjata yang tidak habis-habisnya melesatkan peluru membuat telingaku terasa sakit. Jantungku berdegup kencang, aku merasa benar-benar takut. Dari arah barat datang pasukan bersenjata modern menyerang pasukan kami. Kulihat dari jauh banyak tentara yang berjatuhan. Mataku perih terkena gas, aku tetap kokoh melawan perlawanan pasukan Jerman. Aku harus tetap hidup, bagaimanapun caranya.
Lenganku terluka parah, aku kembali ke rumah sakit dimana tentara diobati. Aku mencari-cari dimana Jean.
"Apakah kau melihat tentara bertubuh tinggi berkacamata? Rambutnya coklat."
"Disini tidak ada yang berkaca mata"
Benar juga. Aku tidak menemukannya disini.
Brukkk "Maaf, saya sedang buru-buru."
"Apa yang kau cari? Tuan Jean Claude?" Jawabnya dengan nada mengejek.
"Aku tidak mati"
"Baguslah. Setidaknya obati dulu lenganmu sebelum mencariku"
Tanpa sadar, darahku masih mengucur. Aku hampir lupa dengan Lukaku.
Sudah hampir sepekan perang terjadi. Luka dilenganku sudah mulai membaik, benar-benar cepat. Walau aku tetap berperang melawan pasukan lawan. Aku bersama Jean berencana bersama dalam melancarkan serangan. Jean bersembunyi di bangunan tinggi dan aku menembak di depan daerah lawan. Aku menembak tanpa henti, benar-benar menyakitkan. Pemandangan ini benar-benar menyakitkan.
Aku melihat Jean menuju arahku, aku tidak fokus. "Duarrr" suara tembakan mengarah kepadaku. Aku terhempas jauh, Jean terkena tembakan berkali-kali.
Panas, semuanya terasa gelap. Perutku terasa sakit dan hangat, hidungku hanya mencium bau darah. Aku tak bisa mendengar apapun.
Jean, kau dimana?
Kenapa ini harus terjadi? Aku kehilangan Lorraine, aku kehilangan seluruh keluargaku, aku tidak ingin kehilangan orang lagi.
Jika saja para petinggi tidak tamak, jika saja petinggi memikirkan rakyat kecil.
Perang Dunia I merupakan salah satu dari perang paling merusak dalam sejarah modern. Hampir sepuluh juta serdadu tewas dalam pertempuran, suatu jumlah yang jauh melampaui kematian militer di seluruh perang pada seratus tahun sebelumnya. Kendati jumlah statistik korban yang akurat sulit untuk ditentukan, diestimasi 21 juta laki-laki terluka dalam pertempuran.
Perang Dunia I (1914-18) menandai konflik besar pertama berskala internasional di abad kedua puluh. Trauma perang sangat berdampak pada sikap dan aksi para pemimpin dan masyarakat awam selama Holocaust. Dampak konflik tersebut dan perdamaian rapuh yang dihasilkan sesudahnya tetap menggaung pada beberapa dasawarsa berikutnya, yang membuka jalan untuk peristiwa perang dunia kedua dan genosida.
Ditulis oleh : Zenny Aprilia (XI IPS 1) SMAN 1 Pontianak
Proyek MID Semester Sejarah Minat Materi PD 1 dan PD 2
Tidak ada komentar