Bujangadau - Cerita
ini dimulai beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat kami baru menginjakan kaki
sebagai siswa berseragam putih abu-abu atau sekolah menengah atas di SMA Negeri
1 Sekadau. Hari-hari baru sebagai siswa-siswi SMA sangat terasa menyenangkan
dimana kami dapat saling mengenal teman baru, mendapat kelas baru, suasana
belajar baru serta guru-guru baru yang sangat professional dalam dunia
pendidikan.
Hari
pertama masuk sekolah di SMA telah tiba, dan ohh tidak !! hari ini adalah hari
MOS atau masa orientasi siswa yang tidak lain tidak bukan adalah hari yang
sangat menakutkan bagi sebagian besar siswa baru. Hari yang tenang berubah
seperti neraka saat sistem feodal diberlakukan oleh beberapa senior yang
memanfaatkan jabatannya sebagai panitia untuk melakukan bullying terhadap
siswa-siswi baru.
Belum
lagi kewajiban memakai atribut konyol yang notabene tidak memiliki sangkut
pautnya dengan pendidikan. Kewajiban menggunakan tas dari karung goni, memakai
karet ban dalam untuk ikat pinggang, buah pisang dan daun nangka kering untuk
kalung, kaus kaki bersebelahan warna, hingga menguncir rambut perbulan lahir.
Belum lagi dengan diwajibkannya menebak teka-teki dari panitia yang benda nya
harus dibeli yang otomatis memerlukan uang yang cukup besar dalam beberapa hari
masa orientasi tersebut. Yah, sistem feodal semacam ini memang masih banyak
kita temui di banyak sekolah di Indonesia.
Namun
itu cerita masa lalu, kini sekolah kami telah banyak berbenah dan memperbaiki
sistem yang ada. Masa orientasi siswa atau MOS memang masih ada namun dalam
kapasitas pembinaan dalam mengenal sekolah yang baru. Adapun sistem bullying mungkin
memang masih ada. Namun yang pasti hal itu dilakukan oleh siswa-siswi tertentu
yang kita sebut saja kurang akan sensasi, hahh KAMPUNGAN !
Masa
orientasi telah memasuki hari ke tiga, tepatnya adalah jadwal kunjungan ke
stand-stand ekstrakulikuler yang ada di sekolah. Ada pramuka, sispala, pmr,
rohis, English club dan masih banyak yang lainnya yang masing-masing
menampilkan kelebihannya dalam berprestasi. Banyak yang menampilkan koleksi
piala, koleksi piagam, serta pertunjukan kelebihan dari masing-masing
ekstrakurikuler yang ada. Banyak siswa pula yang berbondong-bondong memasuki
stand dan mengisi formulir guna bergabung dengan ekstrakurikuler yang mereka minati.
Hari
demi hari bergulir, masa orientasi pun telah berakhir. Kini siswa baru tidak
perlu memakai atribut konyol dan telah dapat menikmati jabatan baru nya
sebagai siswa siswi tingkat menengah dengan tenang tanpa adanya deskriminasi
dari senior. Yah, walaupun kenyataannya beberapa siswa siswi senior memang
masih asik menjaili siswa baru namun kuantitasnya sudah sangat berkurang.
Di
sekolah baru, kami pun mendapat kelas baru. Kelas X di sekolahku terbagi
menjadi lima kelas dari A sampai E. Dan kami mendapat kelas terpojok yaitu
kelas XE. Kelas XE ? Eitss jangan berprasangka kelas terakhir juga tempatnya
orang-orang ber-IQ jongkok. Kelas kami dipenuhi dengan siswa-siswi pintar
pilihan dengan berbagai prestasi di masa SMP nya. Belum lagi kemampuan olahraga
atlet-atletnya yang luar biasa dan yang pasti kelas XE memiliki wali kelas
teladan dan ketua kelas yang super keren sehingga tidak kalah jika dibandingkan
dengan kelas-kelas lainnya.
Mendapat
kelas baru berarti harus menyesuaikan diri dengan suasana baru, kawan-kawan
baru, dan proses belajar yang baru. Ada hal yang menyebalkan bagiku di hari
pertama sekolah, di saat belum ada yang ku kenal di kelas baru dan ternyata aku
tidaklah kebagian tempat duduk sehingga harus berdiri. Hari semakin diperparah
dengan ternyata bukan hanya aku yang tidak mendapat kursi tersebut sehingga
kuantitas orangnya menjadi dua, yang ku ingat dari hari itu adalah, sebenarnya
dia telah memilik tempat duduk sendiri, namun direbut anak nakal yang sok
berlagak preman, yasudahlah anak baik memang harus mengalah dan karma nya si
anak nakal tidak melanjutkan sekolah di semester awal.
Sebut
saja Ilham, sahabatku yang ku kenal di awal masuk sekolah di SMA Negeri 1 yang
masih terjalin hingga kini. Berawal dari sama-sama tidak mendapatkan bangku
dikelas membuat kami saling mengenal dan dekat satu sama lain hingga melebihi
saudara.
Hari
itu, Ilham mengajakku menemui bapak Aloysius Sadli di ruang kantor guru, guru
sekaligus wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana untuk meminta kursi.
Pergilah kami berdua menghadap bapak Aloy biasa ia di panggil, kami diarahkan
menuju gudang untuk mengambil kursi dan celakanya kami harus memikulnya hingga
kelas. Hari pertama diperparah dimana aku dan Ilham hanya mendapatkan urutan
bangku terakhir di pojok kelas dan selain dekat dengan WC siswa, tempat duduk
kami juga dekat dengan pemakaman Cina. Ihhh Seremm!!
Namun
hari tetaplah hari, ternyata hari pertama sekolah tidaklah seburuk yang aku
fikirkan. Di hari itu, aku banyak berkenalan dengan kawan-kawan baru dengan
berbagai sifat dan perangai nya masing-masing. Dari yang kekananak-kanakan
akibat baru lulus dari SMP, pendiam, kutu buku, egois, congkak, pelit, iseng
hingga konyol ku temui semua di kelas XE. Bahagia nya mengenal mereka.
Beberapa
guru juga masuk ke dalam kelas guna mengenalkan diri dan memberikan materi
pelajaran. Namun hal yang paling berkesan adalah ketika bapak wali kelas XE
yaitu bapak Hamdan masuk ke dalam kelas. Selain mengenalkan diri, beliau pun
memberikan banyak pesan dan wejangan agar dapat menjadi siswa yang baik di SMA
Negeri 1 Sekadau.
Tiba
saatnya pemilihan ketua kelas, sebagai siswa awam di SMA, tentulah tidak ada
satupun yang mengacungkan tangan. Hingga si pak guru sekaligus wali kelas itu
dengan nada kesal nan bercanda mengeluarkan ajian atau kata-kata bijaknya yaitu
“Orang yang nanti sukses itu yang sekarang berani memimpin, bukan melulu
dipimpin”.
Tak
ada satupun yang berani mengacungkan tangan walaupun si bapak guru sudah
berceramah hingga hampir saja mulutnya berbuih, hingga akhirnya beberapa nama
secara random ia sebutkan.
Pak Guru : “Okelah kalau memang masih tidak ada bapak sebut
harus bersedia. Musfira Ulfa, Abdurrahman, Deni Irawan, dan Rio Pratama harus
bersedia”
Rio
: “Saya Pak?,’’ jawabku dengan ekspresi shock dan
kaki bergetar seolah ada alunan musik yang mengiringi.
Dari
pojok kelas kulihat kawan-kawanku juga bermuka pucat atas pemilihan secara
random ini, terlebih bayang-bayang betapa menakutkannya senior di SMA masih
terngiang-ngiang di kepala. Namun apalah mau dikata, mau tidak mau tetaplah
harus mau dan pemilihan pun tetap berjalan dengan empat kandidat.
Namanya
juga hidup dinegara Indonesia yang menganut sistem demokrasi, proses pemilihan
ketua kelas pun juga harus secara demokrasi. Setelah perkenalan dan menyampaikan
visi dan misi dilanjutkan dengan pemilihan secara musyawarah, dilanjutkan lobby, dank
arena tidak ditemukan titik temu antara satu pendukung calon dengan pendukung
calon yang lain akhirnya diadakanlah votting.
Seisi
kelas sibuk merobek dan menuliskan nama calon yang mereka dukung hingga
sampailah pada perhitungan suara. Satu persatu nama disebutkan dan ternyata
terpilihlah seorang pemuda tampan nan rupawan yang saat itu baru berusia 16
tahun sebagai pemenangnya. Masyarakat luas menginisialkan namanya dengan RP,
namun bukan rupiah. Dan dia adalah Rio Pratama yang kata orang memiliki kadar
kemiripan dengan Al Ghazali Kohler sebanyak 0,00 persen. Sungguh sebuah fakta
yang menyedihkan apabila dibayangkan.
Peribahasa
mengatakan bahwa dibalik lelaki yang baik pasti terdapat wanita luar biasa
dibelakangnya, yah kira-kira begitlah gambaran yang terjadi pada hari ke empat
menjadi siswa SMA, Setelah terpilih menjadi ketua kelas, ternyata wakil ketua
kelas terpilih adalah Ulfa, satu-satunya calon perempuan saat itu.
Seperti yang
kita ketahui, sekarang sudah masanya emansipasi. Jadi stop mendeskriminasi
perempuan hanya sebagai pelengkap dalam faktor 3 R atau Sumur, Dapur, Kasur.
Karena
kelas XE sudah memiliki ketua kelas yang tampan nan rupawan serta wakil ketua
kelas yang lumayan cantik, maka selanjutnya adalah pembentukan struktur
organisasi kepengurusan kelas. Penting di ingat bahwa layaknya negara Indonesia
yang luas nya dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Kelas
yang terdiri dari sepetak ruangan dengan empat sudut dan didalamnya terdapat
siswa-siswi sebagai layaknya warga negaranya haruslah memiliki mentri dan
aturan yang berlaku.
Kita
lupakan masalah pemilihan ketua kelas tadi karena jam sudah menunjukan waktu
istirahat. Jam istirahat layaknya digunakan sebagai waktu untk pergi ke kamar
kecil, bercengkrama dengan teman-teman baru hingga pergi ke kantin untuk
mengisi amunisi agar tetap semangat dalam melanjutkan materi pembelajaran
ketika bel tanda berakhir istirahat nanti berbunyi.
Namun,
hal tersebut tidak berlaku pada siswa-siswi baru, karena jangankan untuk pergi
ke kantin, melihat ke arah kantin saja rasanya tidak berani karena kantin
selalu dipenuhi dengan senior kelas. Seperti sudah saya jelaskan sebelumnya
tadi, saat itu masih sering terjadi sistem feodal yang dilakukan orang-orang
kampung yang haus akan sensasi, namun perlu di ingat dan digaris bawahi adalah
kata ITU DULU, sekarang sudah jauh lebih baik tentunya. Jadi sebaiknya kami
tetap dalam garis batas dan tetap dalam jarak aman. Alhasil, yang dilakukan
anak baru seperti kami hanyalah berdiam diri dikelas, ada yang membaca buku dan
adapula yang bersenda gurau guna mengakrapkan diri sesame siswa-siswi baru.
Lonceng
kembali berbunyi menandakan berakhirnya waktu istirahat, semua murid kembali ke
kelasnya masing-masing dan duduk di bangku nya masing-masing pula. Jam
pelajaran kembali akan dibuka dan nampak dari pintu kelas guru-guru mulai
bergegas meninggalkan kantor guna masuk ke dalam kelas.
Yang
menyenangkan di hari-hari pertama sekolah semacam ini adalah belum banyak
materi yang akan di sampaikan guru, kebanyakan guru masuk kelas hanya untuk
memperkenalkan diri dan menyampaikan kontrak pembelajaran sehingga rasa nyaman
dan kekeluargaan sangat kentara. Tersebutlah ia Miss Fitri, guru mata pelajaran
bahasa Inggris yang ramah dan murah senyum. Wanita paruh baya
keturunan Jawa ini masuk ke dalam kelas dengan pembawaannya yang santai dan
semua siswa menyukainya, termasuk sang pria tampan mirip Al-Ghazali ini yang
tidak lain adalah saya sendiri.
Miss Fitri : “Good afternoon
everyone, how are you to day?,” sapa nya ramah.
Murid : ” Fine Miss, how about
you?,” jawab murid
Miss Fitri : “ I’m fine thank
you, …… ‘” jawabnya lagi
Demikianlah
sapaan Miss Fitri, guru cantik nan ramah serta murah senyum yang banyak disukai
siswa-siswi di sekolah sebelum melakukan perkenalan dan menyampaikan kontrak
pembelajaran seperti yang biasa ia terapkan pada saat mengajar. Setelah
beberapa jam berlalu, bel kembali berbunyi dan menandakan waktu sudah
menunjukan untuk pulang sekaligus menyudahi hari ke empat sebagai siswa-siswi
baru di sekolah baru.
Hari
berganti hari, ayam jantan mulai berkokok dan menandakan hari sudah pagi, itu
berarti harus segera berkemas dan berangkat ke sekolah. Memasuki hari ke lima
semangat dan rasa gembira untuk pergi ke sekolah jelas terlihat pada diriku,
dan kurasa kawan-kawanku juga demikian. Hal ini disebabkan dengan adanya satu
faktor yang sudah ditungggu-tunggu yaitu sebuah pengumuman penting.
Seperti
yang sudah ku jelaskan sebelumnya bahwa dihari ketiga MOS adalah berkunjung ke
stand-stand ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Para penjaga stand bak para Sales Promotions
Girs (SPG) menawarkan untuk masuk ke dalam stand dan membagikan
formulir untuk di isi jika ingin bergabung dengan organisasi tersebut.
Berbicara
perihal organisasi, aku adalah penggila organisasi. Di waktu masih berpredikat
siswa SMP aku tercatat sebagai anggota Osis dan Mpk, ekstrakurikuler
pramuka, dan ekstrakurikuler olahraga bola voli. Sedangkan di lingkungan
masyarakat, aku tergabung sebagai anggota Remaja Masjid (Remas) dan juga Karang
Taruna.
Paham
akan pentingnya organisasi, di sekolah baru ini ku putuskan untuk mendaftar
pada empat organisasi sekaligus yaitu Osis dan MPK, Pramuka, Rohani islam
(Rohis) dan juga English Club. Tidak
hanya aku sendiri, kawan-kawan juga ku ajak berbondong-bondong mendaftar pada
organisasi yang mereka sukai dan kabar terbaiknya di hari kelima adalah aku
dinyatakan lolos pada semua organisasi yang aku minati. Pengumuman itu kulihat
di madding sekolah dan dengan semangat kuluapkan kegembiraan itu
dengan bercerita kepada kawan-kawan di kelas.
Ketika
memasuki hari ke enam, aku mendapat sebuah surat kaleng yang entah darimana
pengirimnya. Awalnya tidak ku ambil pusing dan bersikap cuek saja. Hingga kakak
kelas mendatangi kelas dan berkata.
Kakak
Kelas : “ Kau yang namanya Rio kah?,” Tanya nya tegas.
Aku
: “Saya kak, ada apa ya?,” jawabku was-was.
Kakak
Kelas : “ Ohh, dek.. dek.. dek, udah baca surat nya kah?, kau dapat salam dar
kawanku, anak kelas XI IPS 3,” Ungkapnya dengan ramah seketika.
Aku
: “ Udah kak, tapi saya ndak tau tuh dari siapa, itu tuh suratnya masih saya
simpan di laci meja,” jawabku lagi.
Kakak
kelas : “ Nah, itu dia orangnya yang itu, ini nomor hp nya nanti sampai rumah
kau telfon dia lah ya” ungkapnya sambil pergi meninggalkan kelas.
Setelah
ku perhatikan, ternyata yang mengirimkan surat adalah kakak kelas ku di SMP,
tidak ku sangka ketampanan ku ini menarik pesona para gadis yang lebih tua dari
ku hahaha…
Sebut
saja namanya Mawar (nama di samarkan agar tidak ada yang flashback ke
belakang), memang cantik, namun saat itu rasanya aku belum mengenal apa yang
dinamakan dengan pacaran karena usiaku yang baru 16 tahun. Malam hari nya ku
putuskan untuk menelfonnya dan percakapan berlangsung hangat, hingga hal yang
seharusnya belum ku perbuat itu terjadi.
Jangan
berprasangka buruk dulu dengan berfikiran kotor, awalnya dalam cerita ditelfon
malam itu aku hanya bercanda perihal satu kata aneh yaitu pacaran. Namun entah
bagaimana alur ceritanya aku benar-benar mengatakan “Emang kakak mau jadi pacar
aku?,” sebuah kalimat yang entah tak kupahami maknanya saat itu. Dan ia
menjawab ‘Iya” dilanjutkan dengan suara layaknya orang tengah tersenyum.
Sudahlah, jalani saja sembari sebagai penambah semangat dalam menempuh
pendidikan. Walaupun mungkin itu pula yang orang-orang sebut dengan cinta
monyet.
Pada
hari sabtu, sehari sebelum hari minggu tiba dan menyudahi cerita pendek ini,
semua lebih terasa menyenangkan. Selain bercengkrama dan bercanda dengan
teman-teman baru dikelas, jam istirahat ku lalui bersama nya yang saat itu
masih ku panggil dengan sebutan kakak pula. Guru-guru sudah memberikan
pelajaran secara efektif dan aku dinyatakan lolos di organisasi-organisasi
tempat aku mendaftar sebelumnya. Demikianlah akhir cerita indah nan bahagiaku
di sekolah dan hari kututup dengan hari minggu yang hingga saat ini masih
sering kusebut dengan “Indahnya Seminggu di SMA”.
Tidak ada komentar